Selasa, 07 September 2010

Zakat Fitrah dan Keimanan Sosial

Ramadan menjadi momentum untuk perbaikan dan pembenahan kesalehan agama guna menuju ketakwaan yang sebenarnya. Dalam bulan yang penuh magfirah ini, umat Islam se-dunia diwajibkan berpuasa ditambah ibadah-ibadah baik itu dalam hubungannya dengan Tuhan maupun manusia.
DENGAN kita berpuasa selama Ramadan, jalan menuju kesempurnaan akan terbuka. Ini mengisyaratkan kesempurnaan akhlak seseorang. Sehingga, sifat-sifat Allah SWT dapat diinteprestasikan dalam diri manusia. Hal ini merupakan upaya untuk membentuk sebuah kesadaran ketuhanan. Kemudian setelah satu bulan penuh berpuasa, umat Islam melakukan ritual ibadah untuk membersihkan harta. Yakni zakat fitrah yang diberikan kepada kaum mustadz’ifin dan kaum fakir miskin yang kesusahan, baik secara struktural maupun kultural.


Zakat merupakan rukun Islam keempat. Terdapat sekurang-kurangnya 26 ayat Alquran di mana menunaikan salat diikuti membayar zakat. Kata nafaqa (berderma) dan kata bentukannya disebutkan sekitar 78 kali. 46 ayat berupa aktivitas infak dan 9 ayat yakni perintah infak. Manusia bertakwa adalah mereka yang ikhlas berderma melalui zakat, infak, sedekah, dan amal yang lainnya. ’’(Manusia bertakwa adalah) mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan salat, dan mendermakan sebagian rezeki yang dianugerahkan kepadanya...’’. (QS. 2, al-Baqarah: 3).
Jika puasa itu berfungsi menyucikan hati, zakat dimaksudkan penyucian harta kita dan nilai kemanusiaan. Menurut Hasbi As Shiddiqi, Allah mewajibkan zakat bukan sekadar untuk mensucikan diri si wajib zakat atau sekadar menyuburkan rasa belas kasih terhadap sesama manusia, akan tetapi dengan tujuan membangun suatu masyarakat yang hidup bertolong-menolong, mempunyai rasa solidaritas sosial yang tinggi dan sejahtera. Karena salah satu bentuk interaksi kita pada lingkungan sekitar kita adalah adanya hasasiyah (kepekaan) yang kuat terhadap permasalahan yang terjadi di dalamnya. Ini merupakan cerminan kuat dari keimanan kita yang masuk dalam nilai-nilai kebenaran Islam.
Meneguhkan Keimanan Sosial
Ketidakadilan dalam masyarakat dan perbedaan yang mencolok pada wilayah ekonomi dan kekuasaan sangat berpotensi menodai agama. Nabi Muhammad SAW pun pernah berpesan, kemiskinan itu akan mengantarkan kepada kekafiran. Di sini, Islam datang untuk membawa misi keadilan bagi umatnya. Sebab, Allah pun memiliki nama yang agung al’adl (yang maha adil).
Menurut Dr. Abdurrachman Qadir.MA (1998), dalam bukunya Zakat (Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial) disebutkan bahwa dalam sejarah, zakat difungsikan sebagai salah satu sarana pengentasan kemiskinan sebagaimana telah terbukti pada masa-masa kejayaan Islam beberapa abad lalu. Islam, dengan ajarannya yang universal, telah menawarkan solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Zakat, infak, sadaqah, dan term-term sosioreligius lainnya adalah wujud solusi, yang dipadukan dengan semangat-semangat keagamaan lainnya.
Secara historis, zakat telah berhasil mengubah kehidupan masyarakat Arab pada masa awal Islam yang pada umumnya mereka hidup di bawah garis kemiskinan. Jika semangat religiohistoris tersebut ditarik ke dalam kehidupan masa kini, tidaklah mustahil, zakat, infak, dan sadaqah itu akan menjadi problem solver yang efektif. Tetapi dewasa ini zakat pada umumnya hanya dipahami dan diamalkan hanya sebagai ibadah kepada Allah semata (Ibadah mahdhah), terlepas dari konteks dan tujuan berwawasan mu’amalah ijtima’iyah yaitu mewujudkan keadilan sosial-ekonomi. Akibatnya, ibadah zakat dirasakan kehilangan vitalitas dan aktualitasnya.
Perintah zakat dilatarbelakangi realitas pendapatan (rezeki) masyarakat, adanya kesenjangan rezeki dan mata pencaharian. Bisa jadi hal itu memang menjadi dasar akan zakat. Karena, perbedaan dan kesenjangan yang sering terjadi di antara masyarakat itu bukan hanya ditinjau dari aspek sosial an sich. Dalam segi tinjauan teologis normatif juga di tegaskan Allah Swt bahwa memang rezeki yang diberikan terhadap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda, ada yang dilebihkan dan ada yang dikurangkan (QS. An-Nahl:17).
Dan secara tidak sadar, akibat dari kesenjangan dan perbedaan itu dianggap suatu ketidakadilan yang dibuat manusia (yang kaya) sehingga berpotensi terhadap konflik horisontal. Karena, pendapatan yang berbeda berimplikasi terhadap pranata sosial masyarakat yang berimbas terhadap kesenjangan dan nilai sosial yang tinggi atau rendah. Maka, keharusan zakat sebagai salah satu rukun Islam karena adanya sebuah realitas perbedaan penghasilan masyarakat.
Pada Ramadan 2010, mari kita jadikan wahana untuk melipatgandakan amal-amal sosial guna meneguhkan nilai keimanan sosial kita. Mungkin di bulan-bulan lalu kita mengabaikannya dan sibuk mencari duniawi semata. Sekarang saatnya kita berbagi, perbanyak sedekah kepada fakir miskin, yatim-piatu, keluarga janda, kaum duafa, infak, zakat, fidyah, dan memberi makan berbuka kepada orang yang berpuasa. Dengan kondisi umat yang sadar akan fungsinya, akan terbentuk sebuah tatanan masyarakat yang berperadaban damai dengan karakter kehidupan yang humanis. Semoga.
Dimuat Radar Lampung, 7 September 2010

Tidak ada komentar: